COUNTINEWS.CO.CC - Warga negara Indonesia di Mesir kini terancam bahaya, menyusul berita yang berhembus mengenai keterlibatan warga asing dalam gerakan menjatuhkan Presiden Mesir Hosni Mubarak. Walaupun tidak jelas warga asing yang dimaksud, namun mahasiswa Indonesia terkena dampak berita tersebut.
Seperti disampaikan oleh Muhammad Syarief, mahasiswa S2 jurusan Syariah Islam di American Open University, Kairo, mahasiswa Indonesia harus menghadapi berbagai kecurigaan terkait berita tersebut. Syarief mengatakan, berita itu pertama kali dihembuskan oleh sebuah radio di Mesir.
“Berita tersebar di radio, bahwa gerakan perlawanan ini dibantu oleh orang asing. Hal ini memberikan citra buruk terhadap warga asing, terutama kami, di mata tentara, polisi, dan warga,” kata Syarief kepada VIVAnews.com, Senin, 7 Januari 2011.
Alumni Al-Azhar ini juga mengatakan bahwa berita yang tersebar di radio memiliki dampak yang merusak para mahasiswa asing. Dia menceritakan sejak berita itu beredar, tentara menjadi lebih waspada terhadap para mahasiswa asal Indonesia, mereka juga kerap memeriksa identitas para mahasiswa.
“Ketika pulang dari kampus, tentara baret merah menghampiri kami dan memeriksa identitas kami,” ujar Syarief.
Syarief juga mengatakan bahwa beberapa mahasiswa asal Indonesia bahkan telah diusir oleh tuan rumah tempat mereka tinggal karena termakan berita tersebut.
“Para tuan rumah tersebut khawatir dan mengatakan tidak ingin ikut-ikutan dalam permasalahan ini,” kata Syarief.
Beberapa warga negara Indonesia, jelas Syarief, juga ditangkap oleh pihak yang berwajib ketika tengah berkumpul. Kala itu, ujar Syarief, beberapa mahasiswa tengah berkumpul di rumah Bisri, mahasiswa yang kerap menjual buku-buku untuk dikirimkan ke Indonesia.
“Mereka kala itu sedang mengurus kargo berisi buku-buku, tiba-tiba serombongan polisi masuk dan menangkap mereka,” ujar Syarief. Setelah menjalani interogasi, tiga orang mahasiswa yang ditangkap telah dibebaskan oleh polisi.
Ditanya bagaimana berita keterlibatan warga asing itu diperoleh oleh radio, Syarief mengaku tidak mengetahuinya. Dia hanya tahu bahwa berita tersebut sangat merugikan para mahasiswa asal Indonesia yang jumlahnya lebih dari 4.000 orang. “Berita ini sangat membahayakan bagi kami,” ujar Syarief. (sj)
• VIVAnews
Seperti disampaikan oleh Muhammad Syarief, mahasiswa S2 jurusan Syariah Islam di American Open University, Kairo, mahasiswa Indonesia harus menghadapi berbagai kecurigaan terkait berita tersebut. Syarief mengatakan, berita itu pertama kali dihembuskan oleh sebuah radio di Mesir.
“Berita tersebar di radio, bahwa gerakan perlawanan ini dibantu oleh orang asing. Hal ini memberikan citra buruk terhadap warga asing, terutama kami, di mata tentara, polisi, dan warga,” kata Syarief kepada VIVAnews.com, Senin, 7 Januari 2011.
Alumni Al-Azhar ini juga mengatakan bahwa berita yang tersebar di radio memiliki dampak yang merusak para mahasiswa asing. Dia menceritakan sejak berita itu beredar, tentara menjadi lebih waspada terhadap para mahasiswa asal Indonesia, mereka juga kerap memeriksa identitas para mahasiswa.
“Ketika pulang dari kampus, tentara baret merah menghampiri kami dan memeriksa identitas kami,” ujar Syarief.
Syarief juga mengatakan bahwa beberapa mahasiswa asal Indonesia bahkan telah diusir oleh tuan rumah tempat mereka tinggal karena termakan berita tersebut.
“Para tuan rumah tersebut khawatir dan mengatakan tidak ingin ikut-ikutan dalam permasalahan ini,” kata Syarief.
Beberapa warga negara Indonesia, jelas Syarief, juga ditangkap oleh pihak yang berwajib ketika tengah berkumpul. Kala itu, ujar Syarief, beberapa mahasiswa tengah berkumpul di rumah Bisri, mahasiswa yang kerap menjual buku-buku untuk dikirimkan ke Indonesia.
“Mereka kala itu sedang mengurus kargo berisi buku-buku, tiba-tiba serombongan polisi masuk dan menangkap mereka,” ujar Syarief. Setelah menjalani interogasi, tiga orang mahasiswa yang ditangkap telah dibebaskan oleh polisi.
Ditanya bagaimana berita keterlibatan warga asing itu diperoleh oleh radio, Syarief mengaku tidak mengetahuinya. Dia hanya tahu bahwa berita tersebut sangat merugikan para mahasiswa asal Indonesia yang jumlahnya lebih dari 4.000 orang. “Berita ini sangat membahayakan bagi kami,” ujar Syarief. (sj)
• VIVAnews
No comments:
Post a Comment