3 Anak Indonesia Merana di Penjara Australia

COUNTINEWS.CO.CC -- Nasib Anak Indonesia di Penjara Australia Malang nian nasib yang menimpa tiga remaja di bawah umur asal Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur ini. Ako Lani anak yatim piatu berusia 16 tahun, Ose Lani berusia 15 tahun, dan John Ndollu 16 tahun kini meringkuk di penjara negara bagian Queensland, Australia.

Ilustrasi tahanan (AP Photo)
Mereka terjebak, merana, dan terlupakan. Tinggal di antara para kriminal, termasuk penjahat seksual dan pembunuh.

Mereka ditangkap dalam sebuah kapal pengangkut pencari suaka yang terdeteksi di dekat Ashmore Reef 14 bulan lalu. Ketiganya ditahan di penjara superketat Arthur Gorrie di Brisbane sejak Oktober 2010. Sebelumnya mereka sempat meringkuk di tahanan Australia Barat. Ketiga remaja ini diduga terkait dengan kasus penyelundupan manusia. Terancam hukuman lima tahun penjara.

Fakta bahwa mereka di bawah umur, di bawah usia 18 tahun, menjadi amunisi pengacara untuk membebaskan mereka. Para pembela sedang mengunjungi desa mereka untuk mengumpulkan sejumlah bukti.

Bukti itu sekaligus untuk mematahkan hasil pemeriksaan sinar X yang dilakukan Kepolisian Australia (Australian Federal Police/AFP) dan jaksa -- sebuah pemeriksaan untuk memastikan apakah pencari suaka di bawah umur.

Pengacara Ose Lani, David Svoboda kepada AAP mengatakan teknik yang dikembangkan di Amerika Serikat di era 1930-an itu 'mengandung risiko secara ilmiah'. "Ada banyak jurnal ilmiah yang menuliskan ketidakakuratan tes itu," kata dia, seperti dimuat situs The West Australian, Selasa 14 Juni 2011.

Svoboda mengatakan, Badan Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) telah memutuskan bahwa tes kerangka tulang tak sahih untuk menentukan usia seseorang.

Hingga kini, kata Svoboda, lebih dari 60 kru kapal yang mengklaim berusia di bawah 18 tahun, diperlakukan sebagai orang dewasa dalam penjara atau pusat detensi di Australia.

Svoboda menceritakan, ia menemukan nomor telepon seseorang yang bisa dipakai menghubungi orang tua Ose -- tersembunyi di sepatu. Ia lalu meminta penerjemah Indonesia Margaret Bocquet-Siek untuk menelepon ayah Ose di Indonesia. "Ayah Ose menangis. Anaknya baru berusia 14 tahun saat meninggalkan desa," kata Bocquet-Siek kepada AAP. "Mereka tak bisa membaca dan menulis, mereka sangat miskin."

Perasaan sang ayah bercampur aduk mengetahui anaknya ditahan. Antara gembira dan sedih. Sebab, keluarga menyangka Ose tewas tenggelam saat sedang memancing.

Diyakini Ose hanya bertugas memasak mie di dalam kapal yang berisi para imigran gelap -- tanpa menyadari 41 orang Afghanistan dan Iran adalah pencari suaka yang mengincar Australia sebagai 'tanah harapan'. Para pencari suaka asli diduga kabur dari kapal sebelum tiba di daratan Australia.

Svoboda berharap bisa mendapatkan jaminan dalam sidang yang digelar Jumat mendatang di Brisbane Magistrates Court. Sementara, sidang untuk menentukan usia mereka akan digelar minggu depannya. "Klien kami dalam kondisi tertekan, kami harus cepat bertindak," kata dia.

Ia mengatakan, kekerasan rasial kepada orang Indonesia dan para tahanan suaka menjadi perhatian utama mereka.sumber• VIVAnews

No comments:

Post a Comment

Pages